Hana, seorang gadis berumur 16 tahun yang sekarang ini menginjak kelas 11 SMA. Ia sudah memikirkan dari awal, bahwa ia akan bersekolah setinggi-tingginya. Orang tua Hana yang mendukung keinginannya, membuatnya lebih semangat untuk mencapai keinginan tersebut. Bahkan ia juga memiliki keinginan untuk masuk perguruan tinggi di luar negeri nantinya.
Pada suatu pagi yang cerah, di hari Minggu. Hana diajak ibunya untuk ikut arisan di rumah salah satu ibu-ibu di desanya yaitu ibu Minah. Ibunya sengaja mengajak Hana agar ia bisa berbaur dengan warga sekitar. Selama ini Hana jarang di rumah, ia sering keluar untuk mengerjakan tugas kelompok di rumah temannya pada hari Sabtu dan Minggu. Baru hari ini Hana ada di rumah.
Setelah sampai di rumah ibu Minah. Hana dan ibunya disambut dengan hangat oleh ibu-ibu disana.
“Assalamu’alaikum, maaf saya sedikit terlambat datang ibu-ibu.” Salam ibu Hana.
“Waalaikumussalam, tidak apa-apa bu, yang lain juga baru sampai.” Jawab ibu Minah.
Setelah itu ibu Minah menyajikan camilan dan minuman kepada ibu-ibu yang datang. Ibu-ibu tidak menyadari bahwa ada Hana di situ, hingga.
“Eh ini Hana ya? Udah besar aja, sekarang kelas berapa?” Tanya salah satu ibu-ibu arisan.
“Hehehe, iya tante. Saya sekarang kelas 11 tante.” Jawab Hana malu-malu.
“Habis lulus rencananya apa Han?” Tanya ibu-ibu yang lain.
“Rencananya mau lanjut kuliah tante.” Jawab Hana.
“Sampai S berapa?” Tanya ibu Minah.
Dari sini Hana merasa ragu untuk menjawab pertanyaan ibu Minah, karena Hana tau di desanya ini masih banyak yang menganut budaya patriarki termasuk ibu Minah dan ibu-ibu arisan yang lain. Akan tetapi, ibu Hana meyakinkan bahwa, jawab saja pertanyaan ibu Minah.
“Insyaa allah kalau Allah menghendaki sampai S3 tante.” Jawab Hana dengan nada yang sedikit ragu-ragu.
“Bu, saya kasih tahu ya. Hana tuh jangan disekolahkan tinggi-tinggi, nanti ujung-ujungnya juga di dapur bu kerjaannya. Ngurusin suami, anak, sama rumah. Ijazah kuliahnya nanti juga gak akan ada gunanya, yang ada kebuang sia-sia uangnya.” Cibir sang tuan rumah.
Hana yang mendengar cibiran tersebut langsung terdiam tidak berani membantah, ia tahu kalau akan di jawab seperti itu, namun ia tak tahu akan semenyakitkan itu cibiran teman arisan ibunya.
“Lagian ya bu jangan sekolah tinggi-tinggi, nanti yang ada laki-laki pada insecure, gak ada yang mau deketin Hana. Jadi, perawan tuan nanti malahan. Laki-laki tuh carinya perempuan yang pintar masak, pintar ngurusin rumah sama anak bukan yang pintar pelajaran sekolah.” Cibir salah satu ibu-ibu.
“Iya bener tuh bu, kasih pengertian ke Hana ya bu.” Timpal ibu-ibu lain.
Ibu Hana hanya tersenyum menanggapi ucapan ibu Minah dan ibu-ibu yang lain. Sedangkan, Hana hanya terdiam mendengarnya, ia merasa sedih dan memikirkan ucapan ibu-ibu arisan tersebut.
“Ibu-ibu disini gak ada yang dukung perempuan sekolah tinggi dan aku tahu itu dari awal. Tapi apa aku harus berubah pikiran? Terus cita-cita ku yang pengen sekolah tinggi di luar negeri gimana?” Batin Hana memikirkan ucapan ibu-ibu.
“Kami permisi pamit pulang dulu ya ibu-ibu.” Pamit ibu Hana mengajak Hana pulang.
Sesampainya di rumah. Hana dihentikan langkahnya oleh ibunya, ia disuruh duduk di ruang tamu.
“Ibu tahu, kamu kepikiran sama omongannya ibu-ibu arisam tadi, kan?” Tanya ibu Hana tepat sasaran.
“Iya bu, Hana kepikiran sama omongan ibu-ibu tadi. Apa Hana gak usah lanjut aja? Soalnya kan disini banyak warga yang gak setuju kalau anak perempuan sekolah tinggi-tinggi, bahkan disini kebanyakan anak perempuan cuman lulusan SMA, yang sarjana aja cuman beberapa. Nanti ibu dicibir sama teman-teman arisan ibu. Tadi saja sudah seperti itu.” Jelas Hana mengucapkan kekhawaatirannya.
“Hana, dengerin ibu. Ibu gak peduli sama omongan ibu-ibu arisan atau warga sini. Yang terpenting itu pendidikan kamu, jangan dengerin omongan buruk orang. Sekarang itu zamannya udah beda, perempuan bisa memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Kamu gak perlu takut jadi perawan tua lah, gak bisa nikah lah kayak omongan ibu-ibu tadi.” Jeda sang ibu membuat Hana ingin tau apa yang akan disampaikan ibunya lagi.
“Kejar pendidikanmu setinggi-tingginya Hana. Ibu dukung Han. Kamu juga gak akan jadi perawan tua, karena apa? Karena orang yang benar-benar tulus mencintaimu akan memperjuangkanmu tanpa mempermasalahkan pendidikanmu yang tinggi, ia malah akan mendukungmu dan juga jodoh itu sudah ada yang mengatur, jadi jangan khawatir. Wujudkan keinginanmu Hana, ayah sama ibu dukung kamu.” Lanjut sang ibu.
Mendengar penjelasan sang ibu, kepercayaan diri Hana Kembali. Apa yang ibunya ucapkan adalah benar, ia tak perlu mendengarkan omongan orang-orang, ia hanya perlu mewujudkan apa yang menjadi keinginannya. Untuk jodoh, sebenarnya Hana tidak memikirkan hal itu tapi apa yang diucapkan ibunya tentang itu benar. Sekarang Hana bertekad untuk bersekolah setinggi-tingginya bahkan kalau bisa ia tetap ingin melanjutkan ke perguruan tinggi luar negeri.
Semenjak tekad Hana hari itu, apa yang menjadi keinginan Hana terwujud. Ia berhasil menyelesaikan S1 dan S2 nya di Universitas Yonsei, Korea Selatan. Sekarang ini Hana sedang menjalani S3 nya di Seoul National University, Korea Selatan, dengan mengambil jurusan business administration dan ia berhasil membuka berbagai usaha di desanya untuk membantu para perempuan yang hanya lulusan SMA dan memiliki niat untuk bekerja setelah lulus SMA.
Tinggalkan Balasan