Dari tahun ke tahun, perempuan mulai diberikan gerak bebas untuk bertindak dan melakukan gebrakan baru, salah satunya yakni dengan memberikan kepercayaan untuk ikut berperan aktif dalam berbagai organisasi di semua bidang. Banyak sekali perempuan yang berhasil dalam mengemban amanah untuk berperan dan berproses di organisasi, tidak sedikit pula yang berhasil dan sukses menjadi pemimpin di beberapa organisasi besar di kancah nasional bahkan internasional. Faktor yang mendasari dari terciptanya peran aktif perempuan dalam berorganisasi sendiri adalah karena adanya perubahan sosial yang berdampak positif dalam menegakkan kesetaraan gender sehingga mampu menepis keraguan dan mendorong semangat keberanian perempuan untuk ikut terlibat dalam berbagai aktivitas sosial di organisasi. 

Selain daripada itu,  perempuan juga memiliki aktualisasi diri yang mendorong mereka untuk mengembangkan potensi dan menjadi pembuktian bahwa perempuan layak untuk memberikan kontribusi positif sebagai upaya untuk mengupdate perubahan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat dengan cara berorganisasi, karena organisasi akan menjadi salah satu wadah yang tepat untuk menyalurkan aspirasi dan harapan mereka. Perempuan juga memiliki rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama dan mereka ingin menciptakan lingkungan yang setara bagi semua orang. Tentunya beberapa faktor tersebut dilakukan secara totalitas oleh banyak perempuan karena ingin melihat perubahan positif di lingkungan sekitar mereka. Melalui organisasi, mereka berharap mampu menjadi agen perubahan dan berkontribusi dalam mewujudkan tujuan bersama. 

Sayangnya, masih banyak juga kontravensi yang kita ketahui pada masa kini berjalan mengiringi langkah perempuan dalam mengupdate perubahan melalui organisasi, karena pada realitanya terdapat beberapa pihak yang merasa bahwa perempuan tidak cukup kompeten dalam mengurus organisasi, bahkan beberapa organisasi perempuan dipaksa mundur karena dianggap tidak begitu penting dan kurang berefek pada perubahan. Hal tersebut sebenarnya juga disebabkan karena adanya stereotip gender yang mengakar kuat, yang memvisualkan laki-laki sebagai sosok yang lebih rasional, sigap, dan kompeten dalam mengurus organisasi, sedangkan perempuan sering kali dianggap sebagai sosok yang emosional, pasif, dan terkesan kurang cocok dalam menghadapi dinamika di dalam organisasi. Stereotip inilah yang sering kali mempengaruhi persepsi beberapa pihak tentang kompetensi perempuan di dalam organisasi. 

Baca Juga :  Tersedak Kata-kata Kepayahan

 Kontravensi ini tentunya berdampak serius pada psikologis perempuan di sosial masyarakat, perempuan yang dianggap tidak kompeten akan merasa terisolasi dan terpinggirkan sehingga dapat mengurangi rasa percaya diri dan motivasi mereka untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam organisasi. Hal ini juga dapat memicu ketegangan dan konflik di organisasi, di mana perempuan yang berusaha untuk menunjukkan kompetensi mereka akan merasa dimundurkan dan secara tidak langsung akan membungkam segala bentuk aspirasi yang dimiliki oleh mereka. Pada bentuk respon yang lain, tekanan yang diterima oleh perempuan akan mendorong mereka untuk membuktikan diri dan membuat mereka harus bekerja lebih keras daripada rekan laki-laki agar mendapatkan pengakuan yang sama, dan beban mental inilah yang nantinya akan melelahkan psikologis mereka. 

Oleh karena itu, akan lebih baik jika diberlakukan upaya yang efektif dari berbagai pihak untuk mengatasi kontravensi ini yakni dengan meningkatkan kesadaran tentang bias gender dan stereotip yang seringkali menempatkan perempuan pada posisi yang dirugikan, Organisasi juga perlu mengembangkan dan menerapkan sistem atau kebijakan yang diusung untuk mendukung kesetaraan gender seperti, membuat kebijakan anti-diskriminasi, memperkuat program lingkungan yang inklusif dan adil bagi semua gender di dalam organisasi, menggunakan sistem perlindungan perempuan dari pelecehan, serta memberikan pengakuan dan reward atas kontribusi yang dilakukan oleh perempuan. Dan yang terakhir, perlu adanya proses pemantauan rutin untuk memastikan bahwa perempuan masih mendapatkan kebijakan tersebut di dalam organisasi.

Sudah saatnya kontravensi mengenai kompetensi perempuan dalam organisasi ditiadakan. Semua pihak harus bekerja sama secara terpadu untuk menghilangkan bias stereotip gender dan memastikan bahwa semua bagian dari organisasi tanpa memandang gender akan tetap diakui dan dihargai berdasarkan kemampuan dan prestasi mereka. Dengan langkah ini, kita bisa membuka jalan menuju organisasi yang lebih adil, inklusif, dan produktif, di mana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk mengupdate perubahan melalui kontribusi mereka di dalam organisasi. Karena pada hakikatnya, perempuan juga memiliki kualitas yang tidak kalah tinggi dengan laki-laki, dan organisasi yang kompeten adalah organisasi yang memberikan kesempatan kepada anggotanya mengkontribusikan potensi yang mereka miliki untuk mencapai organisasi yang unggul dan kompetitif.

Baca Juga :  Review Buku “Sang Alkemis” atau “The Alchemist" Karya Paulo Coelho