Hari Senin yang terlihat begitu cerah. Matahari pagi bersinar hangat di Sekolah Dasar yang sudah berdiri selama beberapa puluh tahun, menciptakan bayangan panjang di halaman yang masih basah oleh embun. Suara burung yang berkicauan dan gemercik air dari pancuran sekolah seolah menyambut awal minggu dengan riang. Elani, seorang siswi kelas lima yang ceria, melangkahkan kakinya ke gerbang sekolah dengan senyum di wajahnya. Suara riuh anak-anak yang bermain di halaman sekolah membuat hatinya semakin bersemangat. Elani tidak pernah menyangka bahwa hari itu,yang dimulai dengan penuh keceriaan, akan berakhir dengan kenangan pahit yang tertanam dalam ingatannya.

Diawali dengan pelajaran matematika, Elani duduk di bangkunya dengan percaya diri. Bu Nilam, guru yang dikenal tegas mulai menjelaskan  soal-soal di papan tulis. Ketika tiba gilirannya untuk menjawab pertanyaan, Elani merasa otaknya tiba-tiba kosong. Jawaban yang dia coba susun dalam pikiran berantakan, dan ketika dia tidak bisa menjawab, raut muka Bu Nilam mulai kesal. Tanpa peringatan, buku pelajaran yang ada di tangan guru itu melayang tepat di kepala Elani sambil berkata, “sungguh bodoh kalau sampai tidak bisa jawab soal semudah ini” dengan nada yang sedikit merendahkan dihadapan teman-teman kelasnya. 

Kata-kata tersebut menusuk hati Elani seperti pisau. Satu kalimat itu sudah cukup untuk meruntuhkan kepercayaan dirinya, rasa sakit dan malu bercampur menjadi satu. Pandangan teman-temannya yang tertuju padanya seolah-olah merasa terintimidasi, meninggalkan luka yang tak  pernah ia duga akan terjadi pada hari yang seharusnya indah itu. Ia kembali duduk, menunduk merenungi kejadian yang barusan terjadi, “apakah iya dia sebodoh itu, Sampai membuat Bu Nilam kesal dan diperlakukan seperti itu di depan teman-temannya” batin Elani” . 

Waktu terus berjalan, hari ke hari hingga akhirnya Elani berhasil lulus dari Sekolah Dasar dan melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya yakni SMP di mana Elani perlahan-lahan mulai menemukan jati dirinya, membangun kembali kepercayaan diri yang sempat hilang pada masa itu. Hingga akhirnya Elani memiliki pengalaman yang menurutnya berharga yaitu menjadi Peserta Wisuda Tahfidz Pelajar Kota Surabaya Tahun 2017 dan menjadi peserta English Course From Basic Tahun 2017. Semua itu juga tak lepas dari do’a dan dukungan dari orang tua, guru serta orang terdekatnya. 

Baca Juga :  Melangkah Dengan Restunya

Tidak sampai SMP saja, saat memasuki SMA Elani juga mengikuti beberapa ekstrakurikuler dan kepanitiaan lomba di organisasi SKI bagian Sie Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi (Sie Pubdekdok). Disitulah awal mula Elani mulai menemukan passion-nya yang sesungguhnya. Pertama kalinya ia belajar mendesain poster digital. Setiap tugas yang diberikan kepadanya menjadi kesempatan untuk mengasah kemampuannya.  Kepercayaan diri Elani tumbuh seiring dengan pengakuan yang ia terima dari  lingkungan sekitarnya.  

Namun, meskipun sudah berhasil membuktikan kemampuannya, bayangan masa lalu tetap menghantuinya dan terkadang masih diungkit jika ia bertemu dengan teman kelasnya. Elani masih ingat dengan jelas bagaimana ia dipermalukan di depan kelas oleh Bu Nilam. Setiap kali ia mengingat momen itu, hatinya terasa sesak, seperti ada luka yang belum sepenuhnya sembuh. 

Setelah melewati berbagai rintangan dan segala macam tantangan di masa SMA, Elani akhirnya menjadi seorang mahasiswa dengan memilih jurusan Kesehatan Masyarakat. Meski pada awalnya banyak yang bertanya-tanya mengapa ia tidak memilih jurusan seni atau desain, Elani memiliki alasan tersendiri.  Karena pada kenyataannya ia tidak hanya mempelajari Iiu masalah kesehatan masyarakat saja, akan tetapi juga menemukan cara untuk tetap mengembangkan passion-nya dalam desain yaitu dengan membuat poster yang menarik dan informatif terkait promosi kesehatan. Bahkan Elani mendapatkan dan mempelajari hal baru yaitu editing video. Ia Memproduksi video edukasi kesehatan, memadukan pengetahuan yang diperoleh selama di bangku perkuliahan dengan keterampilan kreatifnya, sehingga informasi yang disampaikan tidak hanya akurat tetapi juga menarik dan mudah diakses oleh berbagai kalangan. 

Menjadi mahasiswa merupakan kesempatan emas bagi Elani untuk mencari banyak pengalaman dan belajar hal-hal baru. Ia memanfaatkan waktu kuliah ini dengan aktif mengikuti beberapa organisasi di dalam maupun di luar kampus, dimana ia bisa mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan kerja sama tim. Selain itu, Elani juga mencoba mengikuti kompetisi-kompetisi di bidang desain dan video edukasi terkait kesehatan yang membuat dirinya tertantang untuk terus berinovasi dan mengasah keterampilannya. Hingga akhirnya Elani berhasil meraih juara I lomba video edukasi dan juara harapan I lomba Short Movie Tingkat International. 

Baca Juga :  Cahaya Senja

Saat sesampainya di rumah, ia duduk sendirian di kamar sambil merenungi proses perjalanan yang sudah ia lewati selama ini. Rasa bangga dan lega bercampur dengan kenangan pahit masa lalunya. Ia mengambil ponsel dan membuka galeri fotonya. Di sana, tersimpan gambar-gambar hasil karya poster nya dari masa SMA hingga saat ini selama mengikuti kepengurusan organisasi. Setiap karya adalah bukti perjalanan panjangnya untuk menemukan jati diri. Disaat itu, Elani teringat pada Bu Nilam, bukan dengan rasa marah, tapi dengan perasaan bahwa ia telah membuktikan sesuatu yang lebih besar, bahwa meskipun pernah dianggap bodoh, ia telah menemukan tempatnya sendiri di dunia ini. 

Elani juga merasa bersyukur, sejak hari pertama perkuliahan, Elani merasakan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan masa-masa sekolahnya. Disini, ia bertemu dengan orang-orang yang yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki semangat yang sama untuk belajar dan berkembang. Teman-teman sekelasnya, meski berasal dari berbagai latar belakang,  dengan cepat menjadi lingkaran sosial yang mendukung satu sama lain. Mereka sering bekerja sama apalagi di jurusan kesehatan masyarakat ini sering diberikan tugas berkelompok dan terjun ke lapangan untuk mencari masalah kesehatan yang ada di masyarakat dan nantinya hasil analisis atau survei masalah yang sudah ditemukan akan disampaikan ke masyarakat melalui diskusi, serta juga nantinya akan dilaporkan juga kepada dosen melalui seminar proses dengan cara presentasi hasil atau proses apa saja yang sudah dilakukan selama turun ke lapangan tersebut. Tugas tersebut tentu membutuhkan kerja sama tim  yang baik dan solid karena memang dibutuhkan diskusi sesama anggota kelompok untuk menemukan solusinya. 

Tugas tersebut bukanlah hal yang mudah bagi Elani. Sejak kecil, ia merasa cemas setiap kali  harus berinteraksi dengan orang asing atau berbicara di depan banyak orang, trauma masa lalu yang dialaminya di mana ia dipermalukan di depan kelas masih menyisakan bekas yang mendalam, membuatnya merasa canggung dan takut ketika harus berhadapan dengan situasi semacam itu. Tantangan ini tidak hanya menguji kemampuan akademis Elani, tetapi juga keberanian dan ketabahan dalam menghadapi ketakutannya sendiri. Meski rasa cemas sering kali menghantui, Elani berusaha melawan ketakutannya dengan  sebaik mungkin. Setiap kali ia berhasil menyelesaikan tugas lapangan, Elani merasa seperti telah menaklukkan gunung kecil di dalam dirinya. Sedikit demi sedikit, rasa takutnya mulai berkurang, dan ia belajar bahwa setiap langkah yang ia ambil membawa dirinya lebih dekat pada tujuan akhirnya menjadi seorang profesional yang tidak hanya kompeten, tetapi juga memiliki keberanian untuk mengatasi segala rintangan yang menghadang. 

Baca Juga :  Patriarki Hanya Budaya Bukan Penghalang